Rakor Pemberantasan Korupsi, Tekankan Mitigasi Risiko Fraud dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Rakor Pemberantasan Korupsi, Tekankan Mitigasi Risiko Fraud dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Bandar Lampung ---- Sekdaprov Marindo Kurniawan menghadiri Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Area Pengadaan Barang dan Jasa, di Balai Keratun Lt. III, Rabu (5/11/2025). Rakor menghadirkan Kepala BPKP Provinsi Lampung Agus Setiyawan sebagai narasumber didampingi Kepala Satgas Penindakan KPK RI Kuswanto.
Kegiatan ini dihadiri oleh 48 Kepala OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung serta Sekretaris Daerah, Inspektur, Kepala Dinas BMBK, Kepala Dinas PKPCK, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan, Kepala Biro PBJ Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.
Dalam paparannya, Kepala BPKP Provinsi Lampung Agus Setiyawan menegaskan kembali tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) BPKP dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan daerah serta pembangunan nasional. Fungsi ini mencakup perumusan kebijakan pengawasan nasional, penyelenggaraan pengawasan internal baik berupa assurance maupun consulting (audit, review), serta fungsi debottlenecking yaitu penyelesaian hambatan kelancaran pembangunan.
“Kami menyadari, tidak semua problem-problem kontrak pengadaan barang dan jasa itu bermasalah dengan korupsi. Sebelum itu terjadi, itu bisa kita selesaikan dengan debottlenecking,” ujar Agus Setiyawan. Ia menambahkan, pendekatan ini merupakan kombinasi antara cara berpikir represif dan preventif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya risiko korupsi sambil tetap mengedepankan kehati-hatian.
Agus Setiyawan menekankan bahwa PBJ memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan peningkatan pelayanan publik. Mengacu pada Peraturan Presiden 16 Tahun 2018, ia mengingatkan bahwa PBJ harus memenuhi prinsip nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan bukan sekadar serah terima hasil pekerjaan sesuai kontrak.
“PBJ itu untuk kesejahteraan rakyat. Para PPK harus diingatkan bahwa PBJ ini bukan sekadar mengadakan, kemudian barang 100% diterima sesuai dengan kontraknya, tapi harus bisa dimanfaatkan,” tegasnya. BPKP, jelasnya, mengidentifikasi risiko fraud dalam PBJ yang dapat terjadi di setiap tahapan :
1. Perencanaan Pengadaan: Pengadaan tanpa justifikasi kebutuhan, spesifikasi teknis yang tidak disusun sejak awal, dan intervensi negatif dalam penganggaran.
2. Persiapan Pengadaan: Spesifikasi dirancang diskriminatif atau menyalin produk tertentu, serta spek yang tidak dapat diukur dengan parameter jelas.
3. Pemilihan Penyedia: Penetapan syarat tender yang diskriminatif, dokumen tidak reliable, dan persekongkolan.
4. Pelaksanaan Kontrak: Pekerjaan dimulai sebelum penandatanganan, lemahnya pengendalian kontrak, dan pengalihan pekerjaan.
5. Serah Terima dan Pembayaran: Pemeriksaan hasil pekerjaan tidak optimal, rekayasa penerimaan hasil pekerjaan, dan pembayaran tanpa prestasi kerja yang sesuai.
Agus Setiyawan kemudian mengungkapkan bahwa strategi mitigasi risiko korupsi di pemerintahan harus berpedoman pada Three Lines Model yang mencakup:
1. Governing Body: Menetapkan dan menggaungkan nilai integritas, kepemimpinan, transparansi, dan akuntabilitas.
2. Manajemen: Menerapkan pengendalian internal (lingkungan pengendalian, manajemen risiko, aktivitas pengendalian, komunikasi dan informasi, serta monitoring) dalam proses bisnis.
3. Internal Audit (APIP): Memberikan assurance yang independen dan objektif.
Di akhir paparannya, Agus Setiyawan memperkenalkan Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEKP), sebuah alat ukur BPKP yang memotret kemajuan pengelolaan risiko korupsi di pemerintah daerah berdasarkan proses internal organisasi. IEKP saat ini telah diintegrasikan ke dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP).
“If you cannot measure, you cannot control. Cara mengukur kita itu banyak cara, termasuk Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi. Tujuannya adalah untuk memahami posisi kita. Setelah kita tahu posisi kita, maka berikutnya adalah kita melakukan aksi pengendalian internal,” pungkasnya. (Dinas Kominfotik Provinsi Lampung).